Peristiwa

Nguri -Nguri Budaya Lokal, Dansatgas TMMD ke-122 Kodim 0809/Kediri Gelar Wayang Mbah Gandrung

×

Nguri -Nguri Budaya Lokal, Dansatgas TMMD ke-122 Kodim 0809/Kediri Gelar Wayang Mbah Gandrung

Sebarkan artikel ini
WhatsApp Image 2024 10 20 at 11.34.17
Dansatgas TMMD ke-122 Kodim 0809/Kediri Gelar Wayang Mbah Gandrung

Kediri KrisnaNusantara.com, Selain melaksanakan pembangunan fisik seperti pengerasan jalan, rehab Rumah Tinggal Layak Huni (RTLH), rehab musholah, sumur bor air bersih dan pembangunan non-fisik seperti kegiatan sosialisasi, TMMD ke – 122 Kodim 0809/Kediri juga melestarikan budaya lokal Desa Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

Uri-uri melestarikan budaya tersebut dilaksanakan dengan meninjau/menggelar/menyaksikan Pagelaran Wayang Mbah Gandrung yang dimainkan oleh sosok dalang bernama Mbah Gani dengan judul “Minak Jinggo”.

WhatsApp Image 2024 10 20 at 11.35.51
Pagelaran Wayang Mbah Gandrung yang dimainkan oleh sosok dalang bernama Mbah Gani dengan judul “Minak Jinggo”

Tak mudah bagi masyarakat menyaksikan pagelaran wayang Mbah Gandrung ini, karena mereka hanya menggelar pentas setiap Suroan, atau jika ada orang yang nanggap karena sedang ada nazar yang harus dipenuhi.

Dansatgas TMMD ke-122, Letkol Inf Aris Setiawan, S.H. usai menyaksikan pagelaran wayang Mbah Gandrung mengatakan bahwa di TMMD ke-122 ini pihaknya juga ingin melestarikan budaya kearifan lokal yang ada di Desa Pagung agar lebih dikenal masyarakat luas, salah satunya wayang Mbah Gandrung ini.

“Berdasarkan infomasi dari masyarakat, tempat/rumah yang digunakan untuk menyimpan wayang Mbah Gandrung ini pernah menjadi tempat bersejarah bagi TNI yaitu sebagai tempat singgah Panglima Besar Jendral Sudirman saat melakukan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia melawan penjajah.” ungkapnya pada Tim Media pada Sabtu, (19/10/2024).

Sementara itu, Siswoyo (Penanggung Jawab Wayang Mbah Gandrung) saat diwawancarai mengatakan bahwa menurut cerita turun temurun nenek moyang, wayang Mbah Gandrung berasal dari gunung, dari sebuah kayu hanyut di sungai yang ditemukan leluhur dulu. Wayang ini bukan wayang untuk hiburan tetapi wayang sakral khusus mengobati orang sakit atau orang minta pertolongan.

Umur wayang ini sudah 9 turunan, sakralnya wayang Mbah Gandrung ini, jika diundang ketempat lain tidak mau dinaikan transporasi jenis apapun, harus jalan kaki dan tidak bisa menggunakan pengeras suara.

“Pernah suatu ketika diundang ketempat lain dinaikan kendaraan tapi kendaraannya gak mau menyala,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Siswoyo mengatakan wayang ini terbuat dari kayu, wayang ini bukan kita yang membuat tetapi saat ditemukan sudah berupa wayang didalam sebuah kayu.

“Awal ditemukan dua wayang itu berupa Mbah Gandrung Kakung dan Mbah Gandrung Putri. Namun, tiga wayang lainnya ditemukan sudah berada dalam kotak jadi satu dengan Mbah Gandrung, yaitu Mbah Sedanapapa, Mbah Jaka Luwar, dan Mbah Semar,” lanjutnya.

 

(Didik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *