Jombang – KrisnaNusantara.com, Isu pemalsuan tanda tangan dan jaminan fiktif yang dilakukan oleh oknum karyawan Bank BRI Unit Perak sebagai syarat merealisasikan pinjaman hingga saat ini masih berlanjut. Kabarnya, oknum karyawan Bank BRI Unit Perak tersebut melakukan intimidasi kepada korban dengan melibatkan sejumlah pihak. Mereka melakukan cara itu diduga untuk menakut-nakuti korban sekaligus menutupi tabiatnya.
Menurut keterangan dari salah satu korban berinisial T, peristiwa tersebut bermula dari kedatangan Pimpinan Bank BRI Unit Perak di kediamannya.
“Beberapa kali Kepala BRI Unit Perak yang sekarang, dengan didampingi salah satu mantri BRI datang ke rumah saya untuk minta perdamaian, tapi saya tidak pernah mau tanda tangan”, ucap T saat diwawancarai Tim Media pada Senin (03/06/2024).
Tak berselang lama dari penolakan itu, datanglah seseorang yang diduga orang suruhan BRI Unit Perak berinisial A. A mengatakan bahwa ia mendapat panggilan telepon dari Kuasa Hukum Bank BRI Unit Perak untuk menyampaikan bahwa T harus mau menandatangani, karena kalau tidak mau menandatangani Kuasa Hukum Bank BRI Unit Perak akan memperkarakan dan bisa dipenjarakan, terang Korban T menirukan ucapan A.
Di saat itu pula, A mendapatkan panggilan telepon dari seseorang yang mengaku dari Pihak Bank BRI. Kemudian ponsel yang digunakan A untuk menelepon langsung diberikan kepada T.
“Dari telepon itu, saya mendapat bahasa yang menurut saya merupakan tekanan. Sehingga, dengan terpaksa akhirnya saya mendatangani perdamaian tersebut”, beber warga Desa Temuwulan tersebut.
Diakui T, dirinya ketakutan dengan tekanan bahasa yang disampaikan Kuasa Hukum Bank BRI Unit Perak melalui panggilan telepon tersebut.
“Lak masalah iki gak selesai, aku akan turun. Karena kamu sudah bekerjasama dengan N (inisial pihak ketiga yang diduga terlibat dalam pemalsuan tandatangan dan pinjaman fiktif) untuk membohongi Bank BRI“, ucap T menirukan bahasa Kuasa Hukum Bank BRI Unit Perak tersebut.
Menanggapi keluhan yang disampaikan T, salah satu tetangganya pun turut berkomentar. Dia mengaku prihatin dengan kondisi T saat ini.
“Semestinya hal yang sangat merugikan orang lain harus diproses hukum, karena korban tidak hanya mengalami kerugian materil, namun juga immateril. Selain tiap bulan harus mengangsur, nama baik T di desanya juga ikut tercoreng”, ujar salah satu tetangga T.
Warlok curiga, ada persekongkolan jahat yang dilakukan N dan beberapa oknum Bank BRI Unit Perak.
“Kecurigaan saya cukup menguat, karena banyak pihak yang mencoba datang ke rumah T untuk meminta damai. Apalagi ada sejumlah oknum BRI yang masih aktif berusaha menutupinya. Kudune masalah iki dilaporno nang polisi, biar ada efek jera, la wong korban tidak menikmati hasil kejahatan tersebut dan bahkan tanda tangan pengajuan sampai realisasi sejumlah Rp 50.000.000 tidak pernah sama sekali kok dituduh bersekongkol dengan N, itu jelas akal. Akalane oknum BRI untuk mencari kambing hitam wae mas”, imbuhnya dengan nada geram.
Lain halnya dengan T, A yang mengaku sebagai suruhan Bank BRI Unit Perak menyatakan bahwa dirinya hanya membantu sebagai penengah.
“Saya hanya membantu sebagai penengah agar permasalahan tidak berlarut-larut. Kalau terkait saya telpon orang BRI saat di rumah T, panggilan teleponnya memang saya loadspeaker jadi siapapun yang ada di rumah itu bisa mendengarkan semua dan itu telepon dengan Tim BRI bukan pengacara BRI”, terang A.
Dari permasalahan tersebut, A mengaku bahwa ia juga baru mengetahui jika jaminan yang diajukan ke BRI adalah petok D palsu.
“Saya baru tahu kalau ternyata jaminan yang diajukan ke BRI (petok D) adalah palsu. Awalnya saya curiga dari tanda tangan yang ada di petok D, setelah saya cek kembali ke pemilik asli petok D tersebut ternyata yang asli masih ada di rumah dan nggak pernah diagunkan ke bank”, beber A menambahkan.
(Red)