Peristiwa

Pengamat Hukum Tanggapi Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan dan Agunan Palsu sebagai Pencairan Pinjaman oleh Oknum Karyawan Bank BRI Unit Perak

×

Pengamat Hukum Tanggapi Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan dan Agunan Palsu sebagai Pencairan Pinjaman oleh Oknum Karyawan Bank BRI Unit Perak

Sebarkan artikel ini
IMG 20240530 WA0190
Dugaan Pemalsuan Dokumen di Bank BRI Unit Perak

JombangKrisnaNusantara.com, Baru-baru ini, Bank BRI Unit Perak tengah ramai diperbincangkan sebab ulah oknum karyawannya. Oknum berinisial N yang mengaku bekerjasama dengan salah satu Mantri Bank BRI Unit Perak berinisial D tersebut diduga melakukan pemalsuan tanda tangan dan agunan palsu untuk pencairan pinjaman sebesar 50 juta rupiah.

Salah satu korban pemalsuan tanda tangan dan agunan palsu tersebut adalah warga Dusun Temon, Desa Temuwulan, Kec. Perak Jombang berinisial T.

T menceritakan ulah oknum karyawan tersebut pada saat ditemui oleh Tim Media pada Rabu, (29/05/2024).

“Kejadian tersebut bermula saat saya hendak mengajukan pinjaman ke Bank BRI Unit Perak. Lalu, datanglah N yang membujuk saya dan bersedia akan menguruskan pinjaman, padahal saat itu saya sedang tidak punya jaminan”, terang T.

Semenjak saat itu, T tidak pernah lagi mengetahui apa yang dilakukan oleh N. T hanya mendengar bahwa N telah bekerjasana dengan Mantri Bank BRI Unit Perak berinisial D.

T juga mengatakan bahwa selain menangani kredit di BRI Unit Perak, D juga sebagai ujung tombak pelayanan keuangan kepada masyarakat, termasuk menjelaskan dan mempromosikan produk-produk Bank BRI lainnya. Intinya, Mantri tersebut memiliki wewenang untuk merekomendasikan apakah nasabah tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan pinjaman kredit.

“Berdasarkan informasi yang saya dengar, ada dugaan pemalsuan tanda tangan dan jaminan berupa Petok D atas nama orang lain yang digunakan sebagai jaminan di Bank BRI Unit Perak”, jelas T.

Selain N dan D, korban T juga mencurigai pihak lain yang ikut terlibat dalam dugaan pemalsuan tersebut. T menduga Kepala Bank BRI Unit Perak juga terlibat karena membantu proses pencairan tersebut.

Adanya pemalsuan tanda tangan dan agunan palsu tersebut, korban T merasa sangat dirugikan karena ada pencairan pinjaman atas namanya sebesar 50 juta pada tanggal 23 April 2023 tanpa sepengetahuannya.

“Ada pinjaman yang mengatasnamakan saya, nilainya 50 juta. Tapi sampai hari ini, saya belum pernah melihat rupa uangnya sama sekali”, beber T sambil menunjukkan buku tabungan.

Setelah mendengar pengakuan korban, N mengakui adanya pemalsuan tanda tangan yang diduga melibatkan oknum karyawan Bank BRI Unit Perak.

“Dari proses pengajuan sampai pencairan yang melakukan adalah oknum karyawan BRI. Saya tidak tahu waktu penandatanganan pemalsuannya karena saya juga tidak diperbolehkan masuk. Saya hanya menyerahkan KTP beserta agunan Petok D yang memang itu palsu”, terang N mengakui.

Pada kesempatan lain, Kepala Bank BRI Unit Perak, Yanuar Pradita, membantah adanya dugaan pemalsuan di unitnya.

“Mohon maaf semuanya tidak benar, Pak. Terima kasih”, ucap Yanuar melalui pesan WhatsApp pada Kamis, (30/05/2024).

Dugaan pemalsuan tersebut membuat seorang praktisi hukum, Prayogo Laksono S.H., M.H. angkat bicara.

“Jika dugaan pemalsuan dokumen itu benar terjadi, maka hal tersebut dapat dipidana. Saya belum mempelajari kronologisnya secara utuh, namun jika fakta yang terjadi benar dan pengajuan kredit dengan menggunakan nama orang lain dan jika benar ditemukan dengan jelas tandatangan yang dipalsukan, maka dugaan pidana cukup kuat”, papar Prayogo pada Kamis, (30/05/2024).

Pihak korban memiliki hak untuk mengajukan laporan polisi sebagaimana Pasal 263-266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Selain itu, korban juga dapat melakukan gugatan keperdataan, terkait ganti kerugian atas peristiwa yang dialaminya”, tambahnya.

Secara umum, hal tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, secara khusus, diatur pula pada UU Perlindungan Data Pribadi pada Pasal 12 dan Pasal 28.

Jika memang benar terdapat proses transaksi elektronik yang dilakukan oknum bank tersebut dalam proses terbit/timbulnya pinjaman/kredit, maka dapat dikenakan pula Pasal 38 UU ITE No.11/2008 jo UU 19/2016 bahwa Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *