Politik & Pemerintahan

Politik Uang, Masihkah Ada di Pemilu 2024? Begini Kata Caleg Nganjuk Ini

×

Politik Uang, Masihkah Ada di Pemilu 2024? Begini Kata Caleg Nganjuk Ini

Sebarkan artikel ini
Djoko Widjianto Caleg DPRD Nganjuk
Djoko Widijantoro, Caleg DPRD Kabupaten Nganjuk dari Partai Golkar.

NGANJUK | KrisnaNusantara.com – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah diambang. Coblosan untuk Pilpres dan Pileg pada 14 Februari 2024, sudah tersisa beberapa minggu lagi.

Tahapan kampanye, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dimulai sejak 28 November 2023 beberapa waktu lalu, hingga 10 Februari 2024 mendatang.

Tiga Capres–Cawapres plus tim pemenangannya sudah turun ke masyarakat sampai ke plosok kampung, ‘merayu’ pemilih lewat sosialisasi program-program yang telah disusun.

Pun demikian dengan Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang juga berlomba-lomba pasang gambar, tebar program, ‘merayu’ calon konstituennya, plus memanaskan ‘mesin politik’-nya masing-masing.

Hiruk-pikuk koordinasi dan konsolidasi sudah menggeliat di masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil) sejak masa kampanye dimulai. Baik dari Caleg tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Hanya saja, Pemilu Legislatif (Pileg) seolah tak pernah lepas dengan stigma yang sudah berkembang, namun tidak benar, di kalangan masyarakat. Yakni, pesta demokrasi harus diimbangi dengan bagi-bagi uang alias politik uang.

Tidak benar, karena politik uang bertentangan dengan aturan dalam Undang-Undang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Nah, bagaimana memaknai Pemilu 2024 ini, dengan atau tanpa politik uang?

Terkait hal ini, Djoko Widijantoro mengungkapkan, politik uang bukan menjadi sebuah patokan untuk menang dalam kontestasi politik.

Menurutnya, apabila Caleg sudah melakukan sosialisasi sejak awal dan kehadirannya memang menjadi jawaban kebutuhan masyarakat, sang Caleg tersebut akan lebih mudah untuk jadi wakil rakyat, meski tanpa politik uang.

“Ini terkait popularitas dan elektabilitas caleg itu sendiri,” kata Djoko yang juga Calon Angota (Caleg) DPRD Kabupaten Nganjuk Dapil 4 dari Partai Golkar ini, Kamis (30/11/2023).

Menurutnya, popularitas dan elektabilitas merupakan dua hal berbeda pada diri seorang Caleg.

“Tidak sedikit orang populer di mata masyarakat. Namanya sangat tidak asing di telinga warga. Namun masyarakat belum tentu akan memilihnya sebagai wakil rakyat,” ujarnya.

Djoko Widijantoro mengatakan, hal paling penting agar seseorang terpilih sebagai wakil rakyat, disamping punya popularitas, dia juga harus mampu menaikkan elektabilitas dirinya.

“Salah satunya, adanya kedekatan emosional antara Caleg dengan konstitennya. Dan ini, tentunya kita rawat baik-baik,” kata Djoko yang sudah jadi Anggota DPRD Kabupaten Nganjuk dua periode, sejak 2009 hingga 2019 ini.

Meski dua hal tersebut sudah dilakukan, hal yang paling mendasar bagi Djoko Widijantoro adalah mennumbuhkan dan merawat kepercayaan konstituen/pemilih.

Hal ini, kata Djoko, berlaku kepada Caleg yang sudah jadi Anggota DPRD alias incumben.

“Apabila dia waktu jadi anggota DPRD tidak amanah, tentu masyarakat enggan memilihnya lagi. Berbeda kalau dirinya amanah, merealsiasikan janji-janji politiknya yang diucapkan pada Pemilu sebelumnya. Pasti, masyarakat akan memilihnya,” urainya.

“Jadi, politik uang bukanlah satu-satunya patokan sang Caleg bakal menang di Pileg,” tandas Djoko lagi.

Disinggung soal pen-caleg-annya di Pemilu 2024, Djoko Widijantoro berharap dirinya mendapat mandat dari masyarakat di Dapil Nganjuk 4, untuk jadi Anggota DPRD Nganjuk.

“Tentu harapan kami terpilih lagi jadi Anggtoa DPRD Nganjuk di periode ini. Kami juga minta doa dan restu terkait pencalegan ini,” pungkasnya. *)

Penulis: Satriyo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *